Rabu, 15 Desember 2010

Classmet ==> Boring (!)

Usai sudah bergulatan dengan soal-soal selama kurang lebih dua minggu. Kepala sudah terasa berat. Rumus disana-sini. Hapalan kalimat yang bejibun jumlahnya. Sekarang saatnyalah untuk meregangkan otot-otot dan syaraf. Hmm... Enaknya ngapain ya ? Emang sih siswa masih punya kewajiban berangkat walaupun lagi musimnya classsmet. Tapi kok membosankan ya ? Paling isinya cuma gitu-gitu ajah. Usul donk.... Kepada pihak yang bersangkutan mohon membuat acara yang dapat membuat siswa semangat ke sekolah. Hla kalau kayak gini terus, dijamin banyak siswa yang rela nggak masuk jika hanya duduk dan tak ada kepastian. Dan semoga perubahan segera bisa dirasakan. ^.^
anyway, ada usaha ada hasil. Iya kan ? Boleh ngaku, boleh jujur. Pertanyaan yang classic, bagaimana hasil ujiannya ? Ada yang menjawab dengan nada kecewa, senang bahkan biasa-biasa saja. Tapi yang jadi pertanyaan, "Darimanakah hasil yang kau dapat ? Kerja sendiri ataukah tengok sana-sini?" Memang kepuasaan masing-masing orang itu berbeda. Ada yang puas dengan hasil mereka sendiri walaupun nilai dibawah rata-rata. Ada juga yang bangga mendapat nilai almost perfect tapi jawaban dari pihak lain. Wadowww....Bakal kayak apa ya mental bangsa kita ??
Let's we think and choose ! jadi orang jujur atau orang yang bermuka dua ????
Silahkan memilih.... Go to look for ourselves !!!

Selasa, 14 Desember 2010

Sapi Misterius (?) Secret Admiror (!)

Hmmm...Alhamdulillah, aku masih diberi kesempatan dan panjang umur oleh Sang pemilik hidup. Genap sudah usiaku. Haruskah aku senang ataukah sedih ? Senang karena semakin dewasa dan sedih karena ajal semakin mendekat. Hanya Allah yang tahu. Dan semoga sisa umurku semakin berguna. Amiin.
Anyway, di hariku itu segala perhatian dan kasih sayank tercurahkan untukku. Bahkan ada satu sapi misterius yang jadi kado ultahku. Tahu dari siapa ? Aye kagak tahu. Kalau aku tahu nggak bakal tak kasih judul SAPI MISTERIUS..ehehhehee
ya sesuai dengan titleku, sapi ini nggak tahu darimana asal muasalnya. Apakah turun dari langit ? Imposible bgt...trus ??? Aku juga nggak tahu dan juga penasaran yang memuncak. Tahu deh darimana datengnya. Mau tahu ceritanya ?
Here we gooooooo............
Waktu itu aku pulang sekolah agak sedikit tergesa-gesa.. Maklum anak STM. Harus serba tap ! Tap ! Tap ! kayak PasKi gitu...ehehhehe
Ketika aku mau naik ke atas menuju kamarku, ada suara yang memanggil. "Mbak Rani ada titipan. " "Dari siapa bu ?". "Dari temen mbk Rani tapi nggak mau nyebutin namanya. Anaknya belum pernah kesini." Walah, seketika itu juga aku bingung dan kepalaku penuh dengan tanda tanya segede gaban. Ya sudahlah....I have a secret admiror.
Inilah wajah sapi tanpa dosa itu...



Cantik juga sih sapinya. Apalagi warnanya aku banget. Pink. Kok bisa tahu sing orang yang tak tahu siapa dia dengan SELERAKU. ehheheh....meski aku nggak tahu kamu, aku tetep mau bilang makasih ya ??? Semoga Allah membalas..
^_-

Jumat, 10 Desember 2010

Kasih Sayang yang Hilang

Satu cerita lagi telah kudengar. Berawal dari suatu perkenalan dan sekarang menjelma sebagai teman bahkan sahabat. Hari itu, ketika kita duduk berdua memandang langit saat senja di danau hijau. Kau memulai pembicaraan dengan kata yang sukses membuatku tak mengerti. Kau merampas semua perhatianku dan mengajakku kembali ke dimensi waktu yang lalu.

“Aku benci seorang ayah!” Itulah kata pertama yang kudengar dari mulutnya.

Aku tak mengerti apa maksud dia? Kenapa sosok ayah yang disebutnya? Dan kenapa harus rasa benci? Apakah sosok ayah telah hadir dalam nuansa tak bersahabat sebagai tokoh antagonis? Tapi kenapa harus begitu? Apa yang terjadi sebenarnya? Jika semua anak menyanjung ayah atas segala pengorbanan, ada satu anak yang tidak dalam kelompok itu. Dan itu Dia. Dia yang sekarang duduk menyebelahiku dengan wajah penuh cerita. Dalam kata sederhana, aku mulai meraba-raba dan tentu saja aku gagal mendapatkan jawaban dalam usahaku ini. Apa yang terjadi? Aku mencoba terus memandang langit berusaha mencari jawaban dalam khayalan. Dan terus saja temelontarkan kalimat itu berulang kali. Dan aku pun masih tak mengerti. Aku tak mengerti! Dan aku ingin mengerti! Aku tak mampu aku berkedip. Terus memandang wajahnya yang bisu. Aku tahu ada sesuatu hal yang membuat dia begitu membenci seorang ayah. Tapi apa? Belum aku temukan jawaban itu. Hanya seberkas sakit yang berhasil aku artikan dari matanya yang sayu.

Aku masih terdiam. Kubiarkan dia melampiaskan kemarahannya yang selama ini dia pendam. Lontaran makian menguasai tahta mulutnya. Memang aku baru mengenalnya. Aku tak tahu siapa dia? Aku tak tahu siapa ayahnya? Aku tak tahu siapa keluarganya? Aku tak tahu jalan hidupnya? Aku tak tahu sakitnya? Aku tak tahu lukanya? Aku tak tahu sukanya? Aku tak tahu dukanya? Yang aku tahu hanya namanya. REIN ! dan tahukah kalian? Aku sudah resmi menjadi sahabatnya sejak pertama kali kita bertemu dan saling menyapa. Hebat bukan? Tapi, sahabat macam apa aku ini? Menjadi sahabat sudah hitungan bulan dan jutaan detik tapi tak juga mampu mengenalnya lebih dalam. Hanya sekedar nama itu yang aku tahu tentang dirinya. Memalukan bukan? Seharusnya aku tak pantas jadi sahabat! Tapi apa daya, keterbatasanku mengenal seorang sahabat justru membuat dia yakin bahwa dia menginginkan aku menjadi sahabatnya. Sampai saat ini aku belum tahu apa alasan dia begitu. Aku tak mampu menolak bahkan berkata iya pun aku sangat sanggup karena dia adalah muara dari semua pertanyaanku selama ini. Mungkin memang sudah jalanku dan dia menjadi sahabat dari kata iya sampai detik ini dan sampai kapan pun. Aku yakin dan meyakini! Dan kini, secuil mozaik kehidupannya akan dia bagi denganku. Dan mungkin setelah cerita usai, aku akan lebih mengenalnya meski hanya setitik tinta dalam lautan tinta yang membentuk mozaik dalam sebuah cerita hidup.

Sejenak dia alihkan pandangannya menuju sosokku yang duduk termangu di samping dirinya. Pandangan yang begitu tajam dan berarti. “Apakah kau tahu Rey?” Tentu saja aku akan menjawab “TIDAK!” dengan suara yang lantang. Aku kan bukan dukun atau pun paranormal yang punya indra keenam buat baca dan menerawang kehidupan orang lain. Kayaknya nggak sopan banget gitu. Tapi jawaban itu hanya aku teriakkan di dalam hati. Dan dia kembali menatap langit yang mendung setelah mengucapkan satu pertanyaan itu.

Tak ada jawaban pasti dari mulutku. Kupasang wajah ingin tahu tapi tetap saja diam. Karena aku tahu itu hanya sebuah pertanyaan retorik dan pastinya tak butuh suatu jawaban. Pelan-pelan dan mulai bercerita.

“Dulu, aku merasa menjadi orang yang beruntung. Aku punya segalanya. Aku punya keluarga yang menyayangiku. Aku punya ibu yang selalu memperhatikanku. Aku juga punya....” Tiba-tiba dia terdiam. Memicingkan mata. Memfokuskan pandangan ke satu titik pusat penghayalan. Mungkin mencoba mengingat kenangan tentang sang ibunda.

“Ibuku memanggilku dengan sebutan dedek kecil dan memanggil kakakku dedek besar. Haha….lucu juga. “Baru kali ini aku melihat dia tertawa lepas. Sejak pertama kali aku melihatnya, tak pernah kudapati senyuman terhias dari bibirnya. Tapi sekarang tak hanya senyuman. Tawanya pun aku dapatkan. Bahagianya diriku melihat dia seperti ini. “Ya, dedek kecil. “ Lanjutnya. “Sampai sekarang pun sapaan itu masih terdengar jelas di telingaku walau hanya sebuah ilusi. Dan aku rindu semua itu. Dulu, ketika aku belum bisa memegang sendok, ibukulah yang menyuapi aku. Ibuku yang mengajari aku mengenal hidup. Ibuku yang mengajari aku mengenal Tuhan, Ibuku yang mengenalkanku tentang indahnya hidup dan kehidupan. Ibuku yang mengajariku untuk tidak mengeluh dan selalu bersyukur atas semua yang telah kudapat.”

Aku mencoba menyimpulkan. Ternyata, di mata Rein sosok ibulah yang berperan penuh dalam hidupnya. Sampai saat ini, aku belum mendengar cerita tentang sang ayah. Terus kuarahkan seluruh perhatianku untuknya.

“Aku masih ingat. Ibukulah yang mengenalkanku dengan bangku sekolah. Pertama kalinya aku masuk sekolah dan tak tahu apa itu huruf a, b, c dan apa itu angka 1, 2, 3. Ibuku yang mengantarku dan juga menjemputku ketika bel pulang berbunyi. Dulu, ketika aku belum bisa memakai baju sendiri. Ibukulah yang memakaikannya dengan rasa cinta. Aku masih ingat. Dulu saat pertama kalinya ku memakai seragam baruku, aku melompat girang karena begitu bahagianya bisa sekolah. Seragam baru, tas baru dan sepatu baru. Aku masih ingat. Dulu aku belum bisa memakai dasi dan ibukulah yang melingkarkan dasi itu dileherku. Dulu, aku belum bisa menali sepatuku. Dan ibukulah yang menalikan untukku. Waktu itu aku masih duduk di bangku TK. Jadi masih terlalu kecil untuk melakukan itu semua. Wajahku pun masih innocent.” Dia tersenyum memandangku. Tak kubalas senyuman itu karena kau masih belum mengerti kemanakah cerita ini sebenarnya akan mengalir??? Suasana menjadi sendu. Kedua bola matanya masih terus memandang langit kelabu. Dan berbeda denganku, bola mataku masih juga memandang lekat-lekat wajahnya. Tak mau sedetik pun berkedip karena ketertarikanku yang kuat akan cerita hidupnya.

“Haha…. Aku belum bisa membaca dan menulis. Ibukulah yang mengajariku mengenal huruf dan angka. Mungkin karena keterbatasanku, sampai kelas 1 SD aku belum bisa membedakan antara huruf b dan d. Bodoh sekali bukan? Tapi ibuku masih terus sabar mengajariku. Beliau begitu berarti bagiku. Semuanya yang tak kubisa, beliau selalu membantu. Ketika aku jatuh, ibukulah yang membantuku berdiri. Ketika aku menangis, ibukulah yang mengusap air mataku. Dan ketika aku marah ibuku hanya diam dan tersenyum dan berusaha memaklumi dalam uraian nasihat. Aku masih ingat semua itu!!!”

Sedikit cerita yang membuatku bangga. Ibu, ibu dan ibu. Seorang wanita yang sangat kuat. Bahkan lebih kuat dari seorang ayah.

Ceritapun masih berlanjut. Disela cuilan cerita itu, kumerasakan iri yang mendalam. Aku tak pernah mendapatkan itu. Sejak kecil aku tak mengenal sosok ibu. Aku cuma mengenal ayah. Ayahku adalah hartaku. Ayahku adalah segalanya bagiku. Ayahkulah yang berperan dalam hidupku. Dia adalah ayah dan juga ibu bagiku. Dimataku ayah adalah orang yang paling kuat. Ayahku membanting tulang untukku. Ayahku melakukan segala hal hanya untukku. Semuanya ayah. Ayah, ayah dan ayah. Untuk membencinya pun aku tak mampu. Peran ibu pun aku tak pernah tahu. Semuanya ayah. Karena sejak dulu aku tak mengenal ibu. Ayah pernah memberi tahuku kalau ibuku meninggal saat melahirkanku. Sejak saat itulah, ayah hidup hanya denganku. Dan sekarang mendengar dia mengutarakan kebenciannya pada sang ayah, sungguh aku tak menerima itu! Aku ingin memberontak! Aku ingin membela! Tapi aku tak mampu melakukan itu semua! Aku tak bisa !!! Hanya diam jalan satu-satunya. Dan mungkin kita hidup dalam lembaran takdir yang berbeda.

Kuangkat wajahku memandang langit yang mendung. Awan hitam berkumpul saling menyatu. Hitam kelam, seakan tak mampu lagi menahan beban dan segera ingin memuntahkan. Titik hujan pun menerpa wajahku. Satu demi satu dan mulai menerjang. Semakin lama semakin deras. Aku berniat untuk beranjak. Tapi apa yang aku lihat? Dia tetap diam. Tak menghiraukan hujan datang yang membasahi seluruh tubuhya. Tak ada reaksi sedikitpun darinya. Tetap diam dan terus menerawang langit di satu titik. Memutar kembali memori yang telah lama ia simpam.

Melihat dia yang tetap saja diam, kukumpulkan semua keberanianku untuk mengajaknya berdiri dan berteduh.

“Rein.” Teriakku.

Dia tetap diam dan membiarkan hujan terus mengguyur tanpa elakan.

“Rein!” Tak ada jawaban.

Aku terdiam.

“Rein. Hari hujan. Mari kita berteduh. Kita lanjutkan ceritamu di bawah pohon itu!Kutunjuk pohon besar nan rindang di sudut danau hijau. “Hujan begitu deras. Aku takut akan jadi penyakit.” Kukeraskan suaraku tapi tetap saja tak bereaksi.

“Rein! Apakah kamu mendengarkanku?!” Aku kaget dengan reaksiku sendiri. Aku tak menyangka keberanian telah menjajahku. Aku merasa serba salah. Aku salah membiarkan dia kehujanan sendirian. Dan aku salah jika terus menemaninya menantang penyakit. Terus bagaimana?

Mungkin menuruti apa mau dia lebih aman. Daripada dia dikuasai akan perasaan marah. Kata orang, anak pendiam seperti ini kalau sudah marah paling parah. Melebihi monster manapun. So scary! Itu sih teori yang pernah aku dengar. Tapi nggak tahu juga faktanya seperti apa.

Tak sanggup aku tinggalkan dia sendiri. Aku rela kehujanan demi cerita yang bergulir sampai kata selesai. Aku duduk kembali dan mengikuti jejak menerawang langit luas. Dia masih terdiam. Aku takut dia marah padaku dan tak mau melanjutkan cerita yang sempat terputus karena kekhawatiranku.

“Rey.”

Aku tersentak mendengar dia menyebut namaku. Tapi aku tak mau dia melihat reaksiku ini. Aku malu. Kututupi perasaanku dengan berpura-pura menatap lurus dan memikirkan sesuatu yang aku yakin dia tak kan mampu menebaknya. Dia menghela nafas panjang. Baru kali ini aku melihat orang sepertinya. Cuek bebek. Tapi aku suka teman yang seperti ini. Membuat diriku penasaran. Dan orang seperti dia memang susah ditebak. Beribu rahasia tersimpan dalam dirinya. Dan hari ini, setitik rahasia telah ia ungkap.

“Rey. Ibuku pernah bilang padaku bahwa hidup itu indah jika dihiasi rasa cinta. Dan aku sudah membuktikannya. Aku telah merasakan keindahannya. Ibuku yang mengajari aku bagaimana mencintai sesama. Ibuku juga yang mengajari aku bagaimana menghargai orang lain. Dan ibuku juga yang mengajari aku untuk tak membenci siapa pun. Walaupun orang itu telah menyakiti kita. Meskipun kita telah sakit hati dan terluka karenanya. Tapi itu tak berlaku untuk sosok seperti ayahku.

Sedetik aku berpikir. Aku temukan kata kunci dalam mozaik ini. Ada bahagia dan juga ada luka. Aku senang karena dia ada disini membagi secuil coklat yang mungkin akan segera meleleh. Tapi aku juga tak kuasa menahan air mata karena rasa bangga serta haru yang menguasai tahta hatiku. Sanggupkah aku mendengar cerita yang telah melukainya? Mampukah aku bertahan dalam ketidakberdayaan diantara permainan waktu?

Kisahpun masih berlanjut. Pelan-pelan menuju klimaks.

“Rey. Semua kebahagiaanku telah usai. Semuanya berganti menjadi kisah kelabu yang selalu mengiringi hidupku. Berawal dari hari itu. Hari dimana aku merasa kehilangan. Hari dimana Tuhan telah menjalankan rencananya. Ketika itu, hujan deras. Persis seperti hari ini. Dan ketika itu juga aku duduk disini. Memandang langit, mensyukuri semua yang telah aku dapatkan. Aku melayang bagai kupu-kupu yang terlelap akan kebahagiaan. Aku lupa akan waktu yang tak mungkin terulang. Aku melupakan kesempatan terakhir. Kesempatan! Apa arti sebuah kesempatan?! Aku tak sadar kebahagiaan tak selamanya jadi kebahagiaan. Mataku seakan tertutup untuk melihat kenyataan bahwa cinta akan tergantikan benci. Bahagia akan jadi kecewa. Senang akan jadi duka. Dan membiarkan kesempatan akan menjadi sesal.”

Aku angkat bicara. “Apa maksudmu?”

Dia tundukkan kepala. Terlihat mutiara bening di sudut matanya. Apakah aku sedang bermimpi? Apakah ini nyata? Kutampar wajahku dan aku merasakan sakit karena ulah tanganku sendiri. Aku..aku…aku melihat dia menangis. Aku ….aku…aku…tak sanggup. Aku tak kuasa. Aku ingin hapus semua air mata itu. Tapi aku tak berani. Siapa aku? Semakin lama, tangisnya semakin menjadi. Selama itu juga aku merasa lemah. Haru dengan kepiluannya. Sungguh aku tak sanggup! Kutepis semua ketakutanku. Dengan tangan gemetar, kuhapus air matanya. Kutatap wajah yang telah menumpahkan kesedihan yang telah lama terpendam. Sesak dirasa.

“Awalnya aku berpikir bahwa Tuhan telah merebutnya. Tuhan telah mengambilnya dariku. Tuhan telah merampas semua kebahagiaanku! Tuhan tak sayang aku! Tuhan jahat padaku!” Suaranya meninggi dan emosi terluap.

“Aku telah melakukan kesalahan besar! Tak seharusnya ku menyalahkan Tuhan. Aku sadar akulah manusia paling egois. Manusia tak punya rasa terimakasih. Manusia yang lemah. Manusia yang hanya bisa hidup dengan bergantung kepada orang lain. Aku begitu bodoh! Bodoh! Bodoh!” Sesal yang terungkap dalam kata dan rasa.

“Rein! Apa yang kau katakan?”

“Aku…..aku…aku…..” Suaranya melemah dan tak terdengar. Hanya kudengar suara rintik hujan yang tak kunjung menghilang. Aku dan dia dalam perbedaan. Aku dan dia dalam kenyataan yang bertolak belakang. Sampai kini aku belum mendengar kata ayah disebutnya. Kemanakah sosok sang ayah? Aku belum menemukan jawaban itu. Melihat dia seperti ini, aku merasa ikut dalam permainan hidupnya. Mataku telah basah dan terus menggenangkan air mata. Kuraih tubuhnya. Kuusap air matanya. Kubiarkan dia menangis di sampingku.

Satu rahasia yang meluka mulai terbuka. Kini aku tahu bahwa ibunya telah tiada. Sang pelita hidupnya kini di alam yang berbeda. Sekarang aku dan dia sama. Walaupun kita masih berbeda.

“Rein. Menangislah! Keluarkan semua air matamu jika itu membuat kamu sedikit lega.”

Dia hanya mengangguk pelan. Dan hari pun semakin gelap. Angin malam mulai menggantikan hujan yang telah menemani aku dan dia dalam kesedihan. Aku tahu langit pun mendengar keluh kesahnya. Aku yakin langit peduli akan luka yang selama ini ia pendam. Dan dalam sepi ini aku dan dia bersama.

“Rey.”

“Ya.”

“Pernahkah kau merasakan hangatnya pelukan sang ibunda?”

Deggg…. Aku kaget mendengar pertanyaan itu. Aku tak mampu menjawab. Aku diam mengikuti sepi. Dadaku sesak. Mataku sembab. Dan aliran darahku semakin cepat. Andai dia tahu bahwa aku iri padanya. Andaikan dia tahu jika aku tak pernah tahu bagaimana rasanya mempunyai seorang ibu sepertinya. Andai dia tahu bahwa aku tak pernah merasakan kasih sayang suci dari ibu. Andai dia tahu siapa aku. Andai dia tahu dengan siapa aku hidup. Andai dia tahu betapa hausnya aku akan pelukan seorang ibu? Tentu saja haus dari kasih sayang seorang ibu yang kata orang tak akan usai sepanjang zaman. Aku iri! Aku iri dengannya! Aku iri padamu Rein! Apakah kau tahu semua ini?

“Rey. Apakah kau tak mendengarkanku?”

Haruskah aku jawab pertanyaan ini? Haruskah aku jujur padanya? Haruskah aku mengatakan kenyataan pahit ini? Haruskah? Adakah cara untuk membuatnya mengerti bahwa aku tak sanggup menjawab pertanyaannya?

“Ya.” Jawabku dengan sejuta sesal. Aku tak bisa jujur padamu Rein. Maafkan aku.

“Hmmm, hangat sekali bukan?” Desisnya. “Cintanya bagai selimut saat kita kedinginan. Kasihnya akan selalu ada dalam hati kita. Walau beliau tak ada di depan mata. Suara beliau yang nyaring saat meninabobokkan kita yang membuat kita selalu merindu.

Dadaku semakin sesak mendengarnya. Cukup! Hentikan Rein! Jangan kau teruskan! Aku tak sanggup mendengar itu semua! Jangan kau biarkan rasa iri membuatku membencimu! Tolong, hentikan!!! Aku menjerit dalam diam. Aku menangis dalam kesunyian.

“Tapi Rey, semua itu kini hanya kenangan. Aku tak bisa lagi merasakan hal serupa. Waktulah yang memisahkan kita. Dan sekarang aku merindunya. Kesempatanku untuk mengucap kata maaf telah termakan waktu. Terlambat! Terlambat Rey! Aku tak mampu menundukkan waktu. Kini sesal sudah. Yah, sesal!!!””

“Rein. Aku tahu derita yang kau rasa. Aku tahu luka yang begitu menganga. Aku tahu rindumu yang mendalam. Tapi Rein…. Aku belum sepenuhnya tahu akan keutuhan kisahmu ini. Jika kau mau, berbagilah denganku sampai kata selesai. ”

Egoiskah aku jika aku memaksanya bercerita tentang api hidup yang membara? Maafkan aku Rein jika aku begini.

“Yeah, aku akan teruskan ceritaku.”

Malam ini akan menjadi malam bersejarah buatku. Sedikit keganasan waktu menyelamatkan dirinya dari keegoannya selama ini. Memang semua yang terbaik tak selamanya yang terindah.

“Kenangan dengan ibuku sudah aku kunci rapat-rapat di memori otakku. Aku tahu Rey, dalam benakmu bertanya-tanya dimana sosok ayahku selama ini ? Sebelum ibuku meninggal, aku punya keluarga yang selalu dipenuhi canda dan tawa. Memang, sosok ibulah yang berperan penuh dalam masa kecilku. Tapi peran ayah juga tak aku abaikan. Meski beliau terlalu sibuk dengan pekerjaanya, tapi ayah selalu meluangkan waktu untuk aku, ibu dan kakakku. Setiap hari libur kami menjelajah membuang rasa penat. Jalan-jalan bersama dari satu kota ke kota lain. Aku juga bahagia punya ayah sepertinya. Aku senang masih bisa merasakan perhatiannya. Aku akui ayahku memang seorang yang begitu peduli akan masa depanku dan kakakku. Walau materi yang dia andalkan untuk menunjukan kepeduliannya kepada kami. Sejujurnya kita tak hanya butuh itu. Kita juga butuh waktu bersama-sama membagi cinta dan tentu saja akan tertulis indah di perkamen hidup seorang anak.

Materi? Aku bertanya kepada siapa saja yang mampu menjawabnya. Bisakah kasih sayang ditukar dengan materi ? Bisakah uang membeli cinta? Apakah memang harta, tahta dan keagungan adalah segalanya? Dan kemesraan keluarga bisa ditipu bahkan dihancurkan oleh itu semua? Aku tak sekedar berkata. Aku tak hanya merasa. Sungguh ini apa adanya. Faktalah yang membuktikan dan bukan serpihan kebohongan belaka! Uang ataukah cinta yang membuat hidup bahagia?!

“Itu tak masalah bagiku.” Lanjutnya. “Aku sudah puas dengan itu semua. Aku tak mau menuntut apa-apa dari ayah. Karena kesadaranku akan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Sederhana. Menafkahi keluarga walau tanpa cinta seutuhnya. ”

Beruntunglah dia dengan apa yang pernah dia punya. Tak seperti aku yang haus akan canda tawa keluarga bahkan harta. Tapi aku sudah bersyukur ada sesosok ayah dalam hari-hariku hingga aku mengerti apa arti kehidupan sesungguhnya. Yaitu tentang memberi dan diberi. Tentang menyayangi dan disayangi. Tentang cinta dan mencintai. Bukan tentang nafsu dan kejayaan.

“Tapi, sejak ibu tak ada ayahku menjadi berbeda. Kepeduliannya selama ini sirna entah kemana. Sibuk adalah alasan utamanya untuk lari dari kebiasaan yang telah mengakar. Aku dan kakakku sudah tak merasakan bahagianya berlibur bersama. Bahkan hari libur pun ayahku masih sibuk dengan pekerjaannya. Dan sejak saat itu pula aku mulai membenci akan ayahku. Aku tak peduli akan materi yang ia cari. Aku hanya butuh perhatiaan dan kasih sayang selayaknya seorang ibu mengasuh anak-anaknya. Aku hanya butuh itu! Aku tak butuh rumah megah dan harta melimpah. Aku hanya ingin ayahku mampu menggantikan peran ibu! Aku hanya ingin itu !”

“Kebencianku menjadi ketika aku tahu ayahku beristri lagi dan itu tanpa sepengetahuanku dan kakakku. Seakan-akan beliau tak menghargaiku dan tak pandang aku ini anaknya atau bukan? Mungkin ayah memang butuh seorang pendamping hidup. Tapi aku dan kakakku juga butuh seorang ibu?!Aku tak mengira ayah akan sejahat itu!”

“Di hari pernikahan mereka aku lari dan tak mau menjadi saksi di hari sakral itu. Ya, aku tak bisa berbuat apa-apa. Pasrah saja pada nasib yang menjelma. Dan parahnya lagi, ibu tiriku adalah ibu tiri yang tak punya perasaan. Sejahat-jahat seorang ibu yang pernah aku temui. Aku tak sangka itu semua! Aku akui ibu tiriku elok rupa. Tapi yang perlu kamu tahu Rei, hatinya seperti batu neraka. Dia bukan ibu bagiku dan kakakku. Melainkan dia sebagai nenek sihir di dunia dongeng hidupku. Kejam! Ibu tiriku lebih peduli harta daripada keselamatan anak. Aku masih ingat. Malam itu, waktu sudah menunjukkan jam sembilan malam. Dan aku baru saja menginjakkan kakiku di teras rumah dan mencoba membuka pintu rumah. Aku juga masih ingat. Malam itu hujan deras sekali. Hingga aku menggigil karena kedinginan. Belum berhasil membuka pintu, ibu tiriku sudah berdiri di depan pintu dan membukanya secara kasar. Aku takut! Seakan-akan bukan ibu yang hadir di depanku tapi sesosok wanita dengan wajah yang sangat garang. Dan kamu tahu Rei ibu tiriku bilang apa?” “Sepedanya mana?” “Tanpa mau mendengar jawabanku ibu tiriku pergi begitu saja. Sungguh jahat bukan? Dikala aku didera kedinginan dan rasa capek karena memang aku punya alasan pulang malam. Aku harus menyelesaikan tugas broadcasting-ku malam itu juga. Karena esoknya harus sudah dikumpulkan. Bukan rasa peduli yanhg aku dapat. Tapi rasa tak hormat yang aku terima. Aku ingin sekali memuntahkan kata-kata kasar padanya. Tapi aku tak mampu. Jika itu terjadi, ayahku tak akan mau membela aku. Justru nenek sihir itu yang mendapat belaan ekstra. Menyakitkan bukan? Ayah memang pandai mencari istri. Tapi ayah tak mampu memilih ibu untuk anak-anaknya. Dan sejak saat itu, aku mulai membenci ayahku. Sejak itu sampai detik ini. Aku Cuma berharap, semoga suatu saat hatinya yang keras bisa menjadi lembut dan lebih mengahargai seorang anak. Begitu juga ayahku. Dan kini, aku lari dari kenyataan pahit itu. Dan memutuskan utnuk hidup menjauh dari keluargaku yang tak aku pedulikan lagi.”

Meski aku tak mendengar kata selesai. Aku sudah mencukupkan diri untuk segera beranjak. Biarlah waktu yang akan membuktikan, bahwa yang benar akan menang dan yang kalah akan kalah. Karena Tuhan memang Maha Adil. Dan aku harus membuang rasa benci karena memang aku dan dia berbeda. Kita berdiri di atas lembaran takdir yang tak sama. Aku dan ayahku mengukir cerita, dia dan ibunya menoreh kenangan indah.

erawal dari suatu perkenalan dan sekarang menjelma sebagai teman.

Senin, 15 November 2010

Feminism di Kancah Lapangan Futsal

Futsal ? Mungkin di pikiran kita yang namanya futsal itu olahraga khusus buat kaum adam. Tapi jangan kaget ya ? Hal ini tidak berlaku di kalagan anak Casnetech 3. Futsal tetap futsal. Tapi futsal kali ini beda. Jika kaum adam yang unjuk gigi, kami sebagai kaum hawa ingin unjuk taring. Hahhahaa...lebih mangstap kan ? Percaya ? Percaya ? Harus percayalah! Ini bukti dari perjuangan kaum hawa menegakkan feminism. Ini juga sebagai bukti bahwa perempuan tidak didiskriminasi lagi. Mari kita lihat.....
Here we goooooooooooooo................

Kami beraksi

Team putih

Team hitam

Sportif di tangan Casnetech 3



Orang Tidur Ajah Gaya-Gayaan

Hemmm...ternyata orang tidur itu juga butuh gaya. Walaupun gayanya itu nggak disengaja. Kebawa mimpi kali ya ? Berikut ini akan kita lihat beberapa anak sekolah yang ketiduran di kelas. Nggak tahu kesambet angin apa kok bisa-bisanya tidur saat guru sedang konsen ceramah. Pose tanpa dosa pun terpampang layaknya cover majalah harian yang nggak laku di pasaran era reformasi ini. Kayak apakah ? Penasarankan ?
Ini dia pose-pose lucu hasil jepretan kameramen dadakan...

POSE Satu

POSE Dua

Pose Tiga

POSE Empat

POSE Lima

APAKAH ANDA YANG AKAN MENJADI KORBAN KEGANASAN KAMERA BERIKUTNYA ????
TUNGGU KEDATANGAN KAMI DI HABITAT ANDA....:)

Kamis, 21 Oktober 2010

Hansek (Ketahanan Sekolah)

Tidak terasa hansek 3 akan segera dimulai. Berbagai reaksi muncul dari kalangan siswa kelas tiga Kampoeng Pitoe ini. Ada yang merasa senang karena hansek akan segera dimulai. Ada juga yang berwajah muram karena menyita waktu bermainnya. Tapi bagiku, jujur saja ya ? Agak nggak bersemangat juga hansek tahun ketiga ini. Pasalnya, sebelum-sebelumnya hansek akan dimulai pukul 15.00 WIB yang sekarang molor kayak kolor menjadi pukul 15.30. Otomatis dengan ini lebih memanjakan siswa. Dan juga pembagian waktu kegiatan di lapangan dan di ruangan. Yang dulunya 70 % : 30 % sekarang menjadi 50% : 50%. Bayangkan ! Serasa tradisi kampoeng pitoe berangsur-angsur memudar. Sedih juga. Tapi mau bagaimana lagi. Sudah menjadi kebijakan atasan. Sebagai bawahan ya asak nurut aja. Walaupun sebenarnya miris juga karena tradisi disiplin yang telah mengakar sejak dulu semakin melapuk. Semoga saja tidak. Semoga saja tetap menjadi kampoeng pitoe yang berjiwa disiplin !

Saran plus Komentar

Memang sih terkadang agak norak juga ketika aku mempromosikan blogku ini. Ehee...habisnya sepi pengunjung. Jadinya ya menggunakan segala cara (tapi yang halal lo) to attrack the viewers. Dan yang sangat aku harapkan ketika blogku dibuka sekaligus dibaca ma orang lain, aku ingin mereka sedikit memberikan komentar, saran dan kritik yang sekiranya baik demi pembaruan blogku. Alhasil, setelah merayu dan merayu akhirnya komentar pun aku dapatkan. Katanya nih, blognya sudah bagus. Tapi akan lebih bagus lagi jika aku juiga mencaritakan diriku sendiri. Aku akui memang kebanyakan ceritaku menceritakan orang lain. Tapi aku kan juga termasuk didalamnya walau nggak jadi tokoh utama. Ehehe.... Tapi karena komentar itu masuk kantong juga (read = logika) sebisa mungkin aku penuhi saran yang telah dilayangkan kepadaku. Terimaksih sebelumnya.
Ada satu saran lagi yang muncul dari orang yang sama. Sebaiknya ketika aku menulis cerita jangan tergesa-gesa masuk ke klimaks. Pelan-pelan tapi pasti. Karena akan semakin merangsang daya imajinasi pembaca. OK deh ! Saran yang bagus yang tak patut untuk ditolak. Terimaksih sesudahnya.
Untuk pembaca yang lain, silahkan kunjungi blogku dan tinggalkan komentar dan unek-unek. Apa pun itu. Salam Blogger ! Hiaaaattttssss.............premperempempem.

Dari Berkibar Menjadi Berkoar

Nama SMK Negeri 7 Semarang atau yang lebih dikenal dengan STM Pembagunan Semarang telah berkibar di ranah baik kota, propinsi maupun nusantara. Memang tak heran jika hal ini terjadi. Karena apa ? Di tahun berapa ya aku agak lupa. Kalau nggak salah tahun 2008 dan waktu itu aku masih kelas X. Jadi masih baru-barunya pakai seragam putih abu-abu. Bangga juga sih. Apalagi memakai seragam STM Pembangunan yang di tahun 2008 berhasil mengantarkan Jawa Tengah sebagai juara umum di LKS tinggat nasional. Keren juga kan ? Dari delapan piala yang disuguhkan oleh siswa-siswa terbaik Jateng, lima diantaranya merupakan hasil jerih payah siswa STM Pembangunan Semarang. Lengkap sudah kebanggaanku ketika memasuki kampus STM Pembagunan. Dan saat itulah panji-panji STM Pembangunan berkibar.
Tak selamanya panji itu berkibar tegak menghadap langit. Ada kalanya akan roboh karena angin yang begitu hebat meruntuhkan panji yang telah menoreh nama dengan tinta emas. Aku akui dua tahun terakhir ini, prestasi STM Pembanguna semakin menurun. Aku nggak tahu apa penyebab pastinya. Di tahun 2009, dari sekian mat lomba LKS yang diperlombakan hanya beberapa saja yang berhasil masuk ke perlomabaan tingkat nasional. Jujur, memang sedikit kecewa, malu, sedih, takut, bingung semua akan menjadi satu ketika kita tidak membawa kemenangan untuk STM Pembangunan. Aku bisa bilang seperti karena aku pernah merasakan di posisi kekalahan yang saat GPBN 2009 di Jogjakarta. Betapa malu menanggung semua itu. Tapi aku meyakinkan diriku. Aku harus tetap menegakkan kepala karena itu bukan akhir dari segalanya. Dan di tahun 2010 ini, penurunan prestasi semakin drastis. Di tingkat kota saja nama STM Pembangunan sudah mulai goyah. Dari banyak perlombaan yang dilaksanakan, hanya beberapa saja yang dapat melanjutkan ke tingkat propinsi. Sungguh tragis ! aku masih nggak tahu apa sebenarnya penyebab dari turunnya prestasi dari tahun ke tahun. Padahal ini masih tingkat kota. KOTA. Ya, kota Semarang. Memang benar, tak selamanya pohon tinggi menjulang. Suatu saat nanti pohon itu akan rapuh dan tumbang. Dibalik kekalahan ini pasti akan ada pelajaran yang dapat diambil untuk kedepannya.
Jika aku boleh bicara, mengikuti perlombaan dengan membawa nama STEMBA sebenarnya membawa beban moral yang sangat besar. Jika STEMBA menang sudah tak jadi berita. Jika STEMBA kalah semua tertawa dan menyebar secara mendunia (hiperbola). Sungguh, saya berani menjamin. Mending nggak mengikuti lomba daripada efeknya benjadi beban. Menang biasa kalah menjadi berita !!! Semoga STEMBA bangkit kembali dengan segala kelebihannya. Berpikir positif saja, mungkin ini kesempatan untuk sekolah lain untuk berkompetisi di medan perang. STEMBA tetep TE-O-PE dah.

Three Idiot ataukah Three Meleyot ???


Tampang-tampang mereka sudah tak asing di kanvas Casnetech 3. Perkenalkan, jika di dalam 3 Idiot nampang 3 orang yang abnormal dengan masing-masing kelebihan, disini kita akan menemukan 3 muka tanpa dosa dengan segala kelebihan juga. Bermodal dari rasa nekat dan karena kebaikan sang empunya blog, terpaksa wajah mereka dipampang sebagai bahan membariskan huruf demi huruf. Perkenalkan 3 cowok cuakep (tapi sitik) ini. Ada Edha, Mbahe dan Cakno yang akan menggantikan Raju, Farhan dan haduh yang satu lupa namanya. Sek bentar. Searching dulu...ahahhaha... A moment, please. Siapa ya ? Kok bisa amnesia gini sih ? Waduh....cerebropit tunjukkan nyalimu ! Woowowow..nggak nyambung deh.
Yes, yes, yes. Sudah ketemu jawabane. R_A_N_C_H_O. Ahahhaa....namanya kok aneh ya di telinga orang Indo. Weka2. Jika biasanya kita mendengar Sukarno, Sukirman, Sulastri, Sugriwo dan Su yang lainnya, sekarang kita belajar mengeja dengan lidah cedal.

Minggu, 17 Oktober 2010

Dibalik Euforia Sepak Bola

Sabtu, saatnya meregangkan badan dengan olahraga. Olahraga apakah yang akan dijadwalkan ? Hm..tak kasih bocoran ya ? Ternyata sepak bola. Riuh senang menyertai Casnetech 3. Saatnya berpura-pura bertanding mencapai kemenangan. Arimbi sebagai ketua panitia memberikan pidato yang yang ditujukan kepada kedua team yaitu team putih dan team hitam. Pada intinya sang ketua panitia memberikan wejangan “junjung sportivitas dimana menang dan kalah sudah biasa dalam pertandingan”.


Sang wasit pun meniup peluitnya. Priiittttt.... Tepukan tangan mulai memecah dan riuh sorakan menggema di sudut lapangan. Kedua team saling menyerang satu sama lain. Tendangan demi tendangan meliuk-liuk membuat bola menari tak beraturan. Kedua team saling bertahan dan menjaga agar bola tak sampai menembus gawang. Dan akhirnya gol pertama pun telah dicetak oleh team putih. Sorakan kemenangan menghantui setiap gerakan pemain. Keadaan mulai memanas. Team hitam pun mulai menyusun strategi baru. Jika satu gol sudah tercetak, maka tak akan terjadi untuk kedua kalinya. Tapi apa daya. Team hitam kurang mampu menguasai lapangan. Gol kedua pun berhasil di cetak. Semakin ke arah klimaks, team hitam belum juga menyerah. Semangat semakin tepompa walau 2 gol telah mendekatkan mereka kedalam status kalah. Ternyata, hal itu terbalaskan. Di menit sekian, team hitam mencetak satu gol. Dan satu langkah menjauhi kata kalah. Namun, karena kekompakan ream putih, satu tendangan tajam berhasil menembus pertahanan lawan. Semakin dekan dengan peluit yang menandakan akhir dari pertandingan. Dan.....Priiiitttttttttt. Simulasi sepak bola telah berakhir dan team putih membawa 3 gol sedangkan team hitam hanya mampu menyumbangkan 1 gol kepada teamnya. Selamat ya team putih. Keep fighting ! Untuk team hitam, semangat ! Don’t give up easily. Tunjukkan nyalimu di simulasi berikutnya. Ada bocoran lagi nih. Minggu depan simulasi Voli. Jadi persiapkan segala sesuatunya dengan baik. Meski Casnetech menorehkan tinta 9,4 maka harus mentargetkan angka yang bunyinya “sembilan koma lima” di simulasi berikutnya. Tidak lupa, ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Pak Agus selaku pembimbing kami. Go STEMBA !!!!

Kamis, 14 Oktober 2010

Kajhero (dari satu turun ke lima)

Ya, khajero. Nama yang begitu sederhana tapi penuh makna. Jikhajiro adalah singkatan kelas TKJ 2. Kami senang dan bangga memiliki nama itu. Nama itu adalah simbol jiwa korsa kami. Mereka berikrar satu jiwa satu rasa. Satu arah satu tujuan. Satu tubuh satu nyawa. Satu cinta satu kasih. Walaupun khajero belum lama tercipta, tapi kekompakan mereka boleh diacungkan jempol (thumbs up!). Kelas yang hanya terdiri dari 36 siswa ini mampu memberikan sejuta untaian kisah kasih. Berbeda sifat, watak, latar belakang, mungkin juga berbeda kepercayaan. Tapi semua itu bukan menjadi tembok penghalang mereka untuk menyatu. Melainkan menjadikan mereka membutuhkan satu sama lain. Saling mengisi dan menyempurnakan. Inilah mereka semua:
Aditya Bagas Nugraha (01)

Sering dipanggil dengan nama bekennya “Simbah”. Lahir dengan selamat di Semarang, 18 Desember Tahun Singa (hahahah…maksudku 1993). Nebeng di rumah orang tuanya di bukit Tembalang. Kalau ditengok kapan dia lahir sebenarnya masih muda belia. Tapi anak-anak jikhajiro senang memanggil dengan sebutan warisan nenek moyang itu. Tak tahu apa alasannya. Mungkin mirip kali ya ma simbah-simbah beneran??? Haha..bercanda lo mbah. Jangan ngamuk ya ? Ntar tensimu naik lo….wkwkwk. Bingung juga sih kok bisa dipanggil simbah?! Padahal kalau dilihat dari umur dia itu termuda kedua setelah Aa. Uah..mank bener-bener sangar anak-anak Khajero. Menurut kabar burung ( weitz..zaman apa ya? Kok masih pake burung untuk kabar-kabar!), Dia ini anaknya Sang Ketua Alumni KamiStembang (Pak Agus Rochadi). Weitz….tepuk kaki donk! Kalau dipikir-pikir anaknya sedikit sableng. (jangan marah ya? Cuma dikit kok, nggak banyak. Ehehe). Si simbah ini alumni SMP 21 Semarang lo. Walaupun sableng tapi baik juga kok (eitz..awas kepalanya gede). Udah ah, ganti yang lain.
Aditya cahyo (02)

“A houng” panggilan sehari-hari. Muka cinanya yang membuat anak khajero menyebutnya begitu. Padahal sungguh nggak ada hubungannya antara A Houng dengan Aditya. Anak khajero memang aneh-aneh plus antik-antik. Biarpun aneh tapi tetap kompak! Gigi putihnya menjadi mahkota yang perlu dibanggakan. Cling…mungkin begitu bunyi aksi giginya saat tertawa. Anaknya koplak tapi nyenengin. A Houng merupakan anak tunggal dari sepasang suami istri. Denger-denger Bapaknya ketua RW lo. Uah…jadi gampang banget dong kalau mau minta stempel kertas remidi Seni Budaya. Hahaha….Masih inget ajah sejarah kelas X dulu. Akan tetep jadi sejarah proklamasi keberadaan khajero( Lho? Yang bener kan proklamasi kemerdekaan??? Jadi bingung.). Sampai nanti sampai kapan pun. Lanjut ! Kasihan Hasta uda nungguin.
Aditya hasta (03)

Tak punya nama keren. Tapi punya julukan terhormat lo “Tembong” alias Hasta. Hasta itu kan tangan. Ya kan? Jangan marah mas Hasta. Just kidding….Walaupun tak punya nama keren, tapi si Hasta pinter main gitar lo. Uala, promosi.
Adityo Bayu (04)

Ini dia artisnya khajero. Yang sering disebut-sebut jadi syarukan. Syarukan darimana? Ya dari Indonesia. Siapakah yang jadi Kajol? Tu lo nyontek di film Kuch Kuch Hotahai. Sabar ya? Nanti bakalan sampai ke artis pasangan Mas Adityo ini. Gimana tidak? Kemana saja, dimana saja, mungkin setiap saat selalu berdua. Ada gula ada semut. Ada Syarukan ada Kajol ala Indonesia.
Mereka berempat disebut ADIT BERSAUDARA. Punya nama sama semua. Mungkin orang tua mereka sudah berencana kali ya? Mengadakan konferensi nama anak. Aneh-aneh saja orang tua mereka. Di dunia ini kan nama nggak cuma satu. Banyak kok nama selain Adit. Tapi mau gimana lagi? Sudah terlanjur menempel di baju sekolah. Walau nama sama tapi muka nggak sama kok. Jadi, tenang ajah! Nggak bakal keliru. 100% terjamin.
Adji Wicaksono (05)

“ Cak No”, itulah nama keren seorang Adji. Badan tinggi, ramping, dan kulit putih terbakar melengkapi kesempurnaan Cak No. Wajahnya seperti duplikatan dari kakak kelas. Ahad Dimas. Mereka sama-sama tinggi, kurus, dan berkulit hitam. Mungkin cocok jika mereka menjadi saudara. Tapi sayang sekali. Cak No tidak mau mempunyai kakak yang dijuluki ATM (Ahad Teko Mrengut). Kenapa ya? Tanya sendiri sama Cak No.

CINCIN

Malam yang terhiasi rintikan hujan bergaunkan angin dingin yang membuat sang bintang pun enggan menampakkan diri. Jika dirasa malam ini tak lebih dari malam biasa. Namun, dibalik kebiasaan yang ada tersimpanlah senyum menawan seorang bunda yang siapa orang tak merindukannya. Dan semua terjebak dalam satu situasi yang amat dinanti. Gaun merah jambu tak mau kalah memamerkan kilauan pernik yang menempel membentuk pola bunga matahari. Aku, bunda, bapak dan kakak. Lengkap sudah.
Tiga belas tahun sudah, ketika janur kuning melengkung dan janji suci pun diucapkan. Hari itu telah tercatat dalam sejarah cinta sepasang makhluk Tuhan. Tepat tiga belas tahun yang lalu, ikrar cinta dilantunkan. Semua kebahagiaan dan panjatan doa tercurahkan kepada sepasang pengantin muda. Ya, Bunda dan Bapak. Malam ini aku, Bunda, Bapak dan kakak akan mengulang cerita sejarah itu dalam keharmonisan makan malam. Walau hujan hadir menggantikan cahaya bulan, tapi bahagia yang kami rasa tak kan tergantikan kecewa.

“Bapak, ayo! Kasihan Bunda sudah menunggu.” Desak aku dan kakakku.
“Hm, sabar dede. Bunda aja nggak protes, kenapa kalian yang ribut sih ?”
“Ye, justru itu Bapak. Bunda tuh diam saja karena nungguin Bapak. Bunda itu sudah nggak sabar ingin tahu kado dari Bapak. Wah, Bapak ini bagaimana si ? Tidak bisa membaca senyumnya Bunda. “ Aku dan kakak ketawa cekikikan menggoda Bapak.
“Iya kan Bunda ?”
Bunda hanya senyum menanggapi ocehan kami. Memang begitulah sifat Bundaku tercinta ini. Murah senyum tapi mahal ketawa. Yah, yang penting anaknya bangga punya Bunda kayak Bundaku ini.
Bapak tak berkutik juga. Masih kebingungan merangkai kata-kata untuk Bunda. Bapak ingin cerita ini mengulang cinta yang tiga belas tahun telah terjalin dan waktu dengan setia menjadi saksi hidup Bunda dan Ayah.
“Ayah lama. Kasihan Bunda tahu, yah. Ade hitung sampai tiga. Kalau ayah nggak bereaksi juga, ade yang bocorin ke Bunda tentang kadonya. Gimana ?” Kesabaranku yang sudah dipuncak penantian menghunus pedang pemaksaan ke mulut ayah.
Aku tak mampu melanjutkan karena air mata deras telah mengalir pelan di malam ini. Semua kenangan yang telah aku kubur akan kubuka kembali walau tak sempurna. Walau sesak ini membatin, tapi rasa tak kuasa tetap jadi segalanya. AKU RINDU SAAT ITU !!!

Rabu, 13 Oktober 2010

Cas


Unexpected Physic Part III (Jawaban Kok ”Atau”)

Sedikit geli jika harus menceritakan hal ini. Tapi apa boleh buat ? Aku kan nggak mau jadi anak pelit (nyambung ?). Pernahkan Anda sekalian mendengar atau bahkan mengalami hal sepertiku ? Ulangan fisika dengan jawaban “ATAU” ? Mungkin Anda tidak percaya. Dikira saya bohong atau apalah. Tapi saya bisa memberikan saksi hampir 70an anak untuk bersaksi membenarkan pernyataanku tersebut. Awalnya aku juga merasa aneh dengan jawaban yang menurutku hanya ada satu di dunia ini. Pertanyaan dengan jawaban “atau” mungkin tidak lazim bagi kita. Tapi bagi guru kami yang mempunyai cara pandang lain, tidak mempermasalahkan hal ini. Yang penting tidak menyalahi prinsip logika.

Casnetech (Cah STEMBA Network Technical)

Banyak cerita yang telah diukir dengan tinta baja (nek emas ntar dilirik ma pencuri lagi). Berawal dari ANARCHIEZ (anak kaje 2 narcis abiez) yang telah hijrah ke nama baru Casnetech melalui pemilu online (baik inet maupun hape) yang disponsori oleh Bapak Wapres. Dari ketiga nama yang disuguhkan, nama inilah akhirnya yang menyerap banyak pemilih.
1,2,3 telah termakan waktu dan bangku pun semakin tua dan melapuk. Buku catetan yang semakin menggunung, serta canda tawa yang terus mengembang di setiap kesempatan. Cocoknya sambil memutar lagu “KEMESRAAN” yang tak akan diam sebelum kata “LULUS” menyertai ijazah sebagai modal kedepannya. Walau sesaat, kenangan akan tetap menjadi untaian pilar-pilar kesetiaan. Mungkin sedikit catatan kecil ini bisa membuat kita selalu ingat semua cerita cinta yang telah ada. Disini, aku ingin membagi cuilan kapur yang telah menulis dalam selembar kertas asa perjalanan kami.
Sebelumnya akan aku kenalkan dengan personel-personel kami. Wowo...kayak anak band. Alhamdulillah, sampai saat aku menulis cerita ini jumlah kami tetap 36. Dan akan tetap begitu hingga ikrar janji alumni menggema di tengah euforia WISUDA. Nanti saja dilanjut ceritanya, sekarang Bu Guru mau ngabsen dulu..
1. Aditya Bagas Nugraha (“mbahe” nama kerenya. Wapres Casnetech 3)
2. Aditya Cahyo Utomo (“Ahong” panggilan mesrane. Presiden Casnetech 3)
3. Aditya Hasta W (“Tembong” panggilan alamnya. Lihat saja hidungnya. Kalian akan terpesona sementara habis itu nggak nahan pengen ke KM dengan tisue basah di dahi. Buktikan !)
4. Adityo Bayu (nggak punya nama keren. Ini syahrul Khannya Casnetech 3- Shahrukkhan)
5. Ahmad Afandi (“aak” tapi jangan sok keinggrisan ya. Kasihan dia ntar malah kena gampar lagi ma orangnya. )
Ngabsennya dilanjutin nanti. Bu Guru sudah capek. Kita lanjut ke poto-poto dulu ya ? Maap momentnya nggak bisa urut. Maap, maap, maap. Orang sunda nggak bisa bilang “ef” bisanya “ep”. Biasa, lidah blasteran tu gini resikonya (ujungkulon ma ujung kidul).





Tanggal 3 okt 2010, semua kelas 1-3 disuruh berangkat untuk acara bersih-bersih menyambut adipura. Sebagai pelajar jujur saja, memang agak males. Apalagi anak kos. Jadwal mudik malah diganti mudik sekolah. Sekolah maning sekolah maning. Tapi mau gimana lagi ? Bawahan harus nurut atasan. Hahahahha.......
Wow, bersih-bersih bareng asyik juga. Dapat jatah bersihin jurusan lagi. Hm....enak juga. Disamping mainin alat kebersihin, sedikit narcis boleh juga donk. Poto diatas adalah hasil karya tangan ciptaan Tuhan. Ehehehe....Poto bersama Ibu Tutik yang sebaga wali kelas Casnetech 3. Pose-pose, gaya-gaya, pasang senyum paling manis sampai semut nggak mau mendekat. 1 catatan telah menoreh sejarah denga judul “Narcisme di era kerja bakti”.







Unexpected Physic Part II(Catatan Itu Tidak Penting)

Hari ini hari kali pertama kami mengikuti ulangan fisika. Dan apakan Anda tahu apa yang terjadi ? Saya yakin Anda tidak bisa menebaknya. Aku aja nggak ngira sebelumnya apalagi And sekalian. Oleh karena itu maka dihapuskan penjajahan diatas dunia yang berdasarkan keadilan sosial. Hahaha.....Salah ! Ulang-ulang. Oleh karena itu, baca cerita ini mpe akhir ya ? Aku yakin kalian semua bakalan mikir dua kali untuk punya guru kayak kami.
Kalian pernah ngira nggak kalau guru bilang gini “Catatan itu tidak penting” ? Guru satu ini dengan terang-terangan memplokamirkan bahwa catetan yang kita buat itu tidak penting. Haha...mau ulangan ajah bingung mau belajar atau tidak. Aku punya saran, mending nggak usah belajar tapi harus ngasah logika ma pengetahuan saja. Itu sudah CUKUP ! Ilmu itu tidak buntuk dihafalkan. Tapi dipahami dan diaplikasikan ke kehidupan nyata. Belajarlah dari hal-hal yang sederhana di sekitar kita. Itu akan lebih bermanfaat daripada hafalan teori yang membuat kepala kita senut-senut. OSKADON siap sedia !!!

Unexpected Physic Part I (Fisika Oh Fisika)

Ketegangan meluap-luap di ruang 21. Canda tawa seakan sirna karena ketakutan yang melenyapkan segala asa. Kamilah bangsa yang terjajah akan mindset. Jika sebelumnya mindset mengantarkan kita kepada barisan nilai sempurna walau dengan berbagai cara. Sekarang hal itu menjadi kenangan suram yang menjadikan kami bangsa yang terbelakang. Bangsa yang terjajah tanpa sengaja. Kalah dalam hal mengaplikasia ilmu, kalah dalam memahami arti dari suatu ilmu yang telah didapatkan. Bukan semata ilmu dalam coretan tinta yang mengantarkan kepada kebohongan belaka, tapi coretan tinta yang penuh dengan fakta dan realita.

Hari itu tepat hari Selasa. Apakah kamu tahu ? Hari itu merupakan hari bersejarah sepanjang abad Casnetech berkoar. Jika jam dinding yang bertuliskan TERMOZ menunjukkan pukul 10, berhamburan sudah semua anak-anak anggota Casnetech menyerbu kantin belakang menuruti panggilan perut kosong. Jika sebelumnya tak ada bangku kosong, secara serentak semua menjadi tanpa empunya hanya dalam hitungan detik bahkan milisekon. Tapi tidak untuk kali ini. Jangan harap bisa masuk kelas. Gurunya saja super duper unexcpected. Mending relain aja nggak makan daripada kamu kena hukuman yang bakal bikin kepala pusing mikirin kata-kata pedes beliau. Gimana nggak ? Temenku saja sampai nangis gara-gara dimarahi ma beliau dengan alasan temenku telat+mentertawakan beliau. Padahal, berdasarkan pengakuan temenku itu, dia tidak mentertawakan beliau tetapi hanya senyum kepada temen yang lain. Wuhhh, salah sangka yang mengakibatkan stres sementara. Wowo.....Aku jadi tambah penasaran ma itu guru.

Minggu, 22 Agustus 2010

Rindu yang membuncah

Berbulan-bulan tak melihat sosok beliau. Demi ilmu dan pengalaman yang mengalahkan semua kemanjaan yang ada. Aku harus berani memutuskan dan lebih bersifat dewasa. Kenapa ? Karena tak mungkin jika aku akan bersama beliau untuk selamanya. Tapi hari ini dara rindu telah merenggut semua ruang dalam diriku. Hasrat yang kuat ingin bertemu tapi terhalangi oleh sebuah tanggung jawab. Diri ini serasa ingin berteriak tapi tak ada daya. Ingin menangis tapi tak ada air mata. Sesak yang berkelanjutan menunggu waktu tiba pada saatnya. Kuhitung dan kuhitung. Semakin mendekati waktu, semakin berdebar hati ini dan segera bertemu dengannya. Aku rindu amarah yang menyimpan sejuta nasehat. Aku rindu tangisannya yang menyembunyikan doa di setiap tetesan. Aku rindu tawanya yang menghias jalan hidup yang berliku. Dan aku juga rindu kehangatan pelukannya tanpa harus aku meminta. Ibu, aku rindu padamu. Aku sudah tak mampu lagi terus dan terus mengalahkan perasaan ingin bersua dengan engkau. Tunggu aku di ujung asa saat aku mengetuk pintu dengan tanganku yang telah basah oleh teluk kemandirian....
:))

Secuil Kapur yang Tertulis di tahta Philippines - I

Bandara Soekarno-Hatta saksi pertama perjalanan kami(Rani-Hilmi-Teh Inne).
Dimana Pak Yos?? Waduh, belum nongol karena jadi tukang poto2..
ehehehheeh
Mulai detik itu satu kata sepakat telah di ikrarkan. Susah senang bersama menjadi satu janji yang akan dibuktikan dalam perjalanan waktu yang tersuir dalam deretan bulan.
Berawal dari suatu perkenalan yang berubah menjadi kekeluargaan. Semua berubah begitu cepat. Awan yang bersaksi di langit biru atas kemandirian yang berakar pada kemampuan beradaptasi. Semua terasa baru dan asing. Tapi sesuai tali yang memanjang, sedikit demi sedikit menguap, mengikis dan merapuh menjadi kebiasaan.
Dan sekarang cerita itu telah terukir indah dalam sejarah hidup.

Selasa, 27 Juli 2010

In Memorial---Ancol---Seamolec

Kenangan indah yang telah terukir di prasasti persahabatan. Di istana profesi yang megah mempertemukan perbedaan dalam kesatuan yang terbentuk atas dasar persamaan nasib. Sekian hari bergulat dengan pena, kertas, komputer yang mengadaptasi kepenatan dalam kehidupan. Dalam situasi yang terselubungi kabut kebosanan harus segera diuapkan dengan sebuah tiket menuju ke pintu canda tawa. Dengan satu tekad dan satu rasa membungkus keputusan untuk jalan bersama ke salah satu tempat wisata di ibu kota. Ancol yang mempertemukan tawa. Laut yang menjadi saksi bisu pernyataan janji pesahabatan.
Namun, dalam tawa kami tersimpan tangis karena satu dari kami akan dikirim ke luar kota. Walau jauh, tapi persahabatan tetap akan menyatu.



--Janji persahabatan--