Minggu, 22 Agustus 2010

Rindu yang membuncah

Berbulan-bulan tak melihat sosok beliau. Demi ilmu dan pengalaman yang mengalahkan semua kemanjaan yang ada. Aku harus berani memutuskan dan lebih bersifat dewasa. Kenapa ? Karena tak mungkin jika aku akan bersama beliau untuk selamanya. Tapi hari ini dara rindu telah merenggut semua ruang dalam diriku. Hasrat yang kuat ingin bertemu tapi terhalangi oleh sebuah tanggung jawab. Diri ini serasa ingin berteriak tapi tak ada daya. Ingin menangis tapi tak ada air mata. Sesak yang berkelanjutan menunggu waktu tiba pada saatnya. Kuhitung dan kuhitung. Semakin mendekati waktu, semakin berdebar hati ini dan segera bertemu dengannya. Aku rindu amarah yang menyimpan sejuta nasehat. Aku rindu tangisannya yang menyembunyikan doa di setiap tetesan. Aku rindu tawanya yang menghias jalan hidup yang berliku. Dan aku juga rindu kehangatan pelukannya tanpa harus aku meminta. Ibu, aku rindu padamu. Aku sudah tak mampu lagi terus dan terus mengalahkan perasaan ingin bersua dengan engkau. Tunggu aku di ujung asa saat aku mengetuk pintu dengan tanganku yang telah basah oleh teluk kemandirian....
:))

Secuil Kapur yang Tertulis di tahta Philippines - I

Bandara Soekarno-Hatta saksi pertama perjalanan kami(Rani-Hilmi-Teh Inne).
Dimana Pak Yos?? Waduh, belum nongol karena jadi tukang poto2..
ehehehheeh
Mulai detik itu satu kata sepakat telah di ikrarkan. Susah senang bersama menjadi satu janji yang akan dibuktikan dalam perjalanan waktu yang tersuir dalam deretan bulan.
Berawal dari suatu perkenalan yang berubah menjadi kekeluargaan. Semua berubah begitu cepat. Awan yang bersaksi di langit biru atas kemandirian yang berakar pada kemampuan beradaptasi. Semua terasa baru dan asing. Tapi sesuai tali yang memanjang, sedikit demi sedikit menguap, mengikis dan merapuh menjadi kebiasaan.
Dan sekarang cerita itu telah terukir indah dalam sejarah hidup.