Selasa, 27 Oktober 2015

Harap

Harap menggantung pada waktu
Mengoyak detik supaya kian berlalu
Mendekap malam agar pagi segera datang
Harap mencari jawab
Atas pinta yang terapal dalam doa

Rindu

Kutunggu dia di batas waktu
Tergenggam rindu di kedua telapak ibu

Kularung rindu
Dalam lautan tangis sendu
Akankah rindu ini terus bertamu?
Atau lenyap seiring waktu
Yang berlalu tanpa beri tahu

Jangan lepas genggaman itu
Teruslah menjauh menggenggam rindu
Aku ingin rindu itu selalu ada
Dan terus tergenggam
Dalam tangan renta yg menentramkan

Kutitip rindu
Dalam rintik kemilau
Berdasar dua bola
Menatap sendu
Palang kayu tertulis namamu

Pejuang (dilupakan)

Petang, saatnya kau bangkit dan berjuang
Malam, ketika kau berdiri melawan raut yg muram
Gelap, dikala kau berharap pada setiap diri yg terperangkap
Dalam hasrat di puncak kalap

Dirimu tak kau hiraukan
Ragamu tersedia untuk dijajakan
Demi asa yg tergantung pada setiap juluran lidah kehausan

Aku jatuh cinta pada kerelaanmu
Aku terpana pada peran yang kau mainkan
kecewa sembunyi di balik tawa sumringah lagi bergairah
Aku malu atas ketulusanmu
Menjadi jamu penawar nafsu yg mengoyak relung kalbu

Hatimu terlalu lembut
Tak satupun lara yg tersangkut
Meski caci dan maki terucap lain mulut
Kau tak takut
Dan terus berlanjut
Demi asa yg patut
Sekedar pengganjal perut

Aku tersentak karena budimu
Budi yg ternoda oleh mulut berbisa
Pekerti bak mutiara tersembunyi dalam lumpur prasangka
Peluhmu obat untuk setiap jiwa
Yang haus akan air surga

Sungguh, kau bukan pendosa
Sungguh, kau adalah pahlawan yg dilupa
Olehmu raga sebagai perisai dan pedang
Bekal bertempur di medan perang

(Nr, 15815)