Kamis, 14 Oktober 2010

CINCIN

Malam yang terhiasi rintikan hujan bergaunkan angin dingin yang membuat sang bintang pun enggan menampakkan diri. Jika dirasa malam ini tak lebih dari malam biasa. Namun, dibalik kebiasaan yang ada tersimpanlah senyum menawan seorang bunda yang siapa orang tak merindukannya. Dan semua terjebak dalam satu situasi yang amat dinanti. Gaun merah jambu tak mau kalah memamerkan kilauan pernik yang menempel membentuk pola bunga matahari. Aku, bunda, bapak dan kakak. Lengkap sudah.
Tiga belas tahun sudah, ketika janur kuning melengkung dan janji suci pun diucapkan. Hari itu telah tercatat dalam sejarah cinta sepasang makhluk Tuhan. Tepat tiga belas tahun yang lalu, ikrar cinta dilantunkan. Semua kebahagiaan dan panjatan doa tercurahkan kepada sepasang pengantin muda. Ya, Bunda dan Bapak. Malam ini aku, Bunda, Bapak dan kakak akan mengulang cerita sejarah itu dalam keharmonisan makan malam. Walau hujan hadir menggantikan cahaya bulan, tapi bahagia yang kami rasa tak kan tergantikan kecewa.

“Bapak, ayo! Kasihan Bunda sudah menunggu.” Desak aku dan kakakku.
“Hm, sabar dede. Bunda aja nggak protes, kenapa kalian yang ribut sih ?”
“Ye, justru itu Bapak. Bunda tuh diam saja karena nungguin Bapak. Bunda itu sudah nggak sabar ingin tahu kado dari Bapak. Wah, Bapak ini bagaimana si ? Tidak bisa membaca senyumnya Bunda. “ Aku dan kakak ketawa cekikikan menggoda Bapak.
“Iya kan Bunda ?”
Bunda hanya senyum menanggapi ocehan kami. Memang begitulah sifat Bundaku tercinta ini. Murah senyum tapi mahal ketawa. Yah, yang penting anaknya bangga punya Bunda kayak Bundaku ini.
Bapak tak berkutik juga. Masih kebingungan merangkai kata-kata untuk Bunda. Bapak ingin cerita ini mengulang cinta yang tiga belas tahun telah terjalin dan waktu dengan setia menjadi saksi hidup Bunda dan Ayah.
“Ayah lama. Kasihan Bunda tahu, yah. Ade hitung sampai tiga. Kalau ayah nggak bereaksi juga, ade yang bocorin ke Bunda tentang kadonya. Gimana ?” Kesabaranku yang sudah dipuncak penantian menghunus pedang pemaksaan ke mulut ayah.
Aku tak mampu melanjutkan karena air mata deras telah mengalir pelan di malam ini. Semua kenangan yang telah aku kubur akan kubuka kembali walau tak sempurna. Walau sesak ini membatin, tapi rasa tak kuasa tetap jadi segalanya. AKU RINDU SAAT ITU !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar