Petang, saatnya kau bangkit dan berjuang
Malam, ketika kau berdiri melawan raut yg muram
Gelap, dikala kau berharap pada setiap diri yg terperangkap
Dalam hasrat di puncak kalap
Dirimu tak kau hiraukan
Ragamu tersedia untuk dijajakan
Demi asa yg tergantung pada setiap juluran lidah kehausan
Aku jatuh cinta pada kerelaanmu
Aku terpana pada peran yang kau mainkan
kecewa sembunyi di balik tawa sumringah lagi bergairah
Aku malu atas ketulusanmu
Menjadi jamu penawar nafsu yg mengoyak relung kalbu
Hatimu terlalu lembut
Tak satupun lara yg tersangkut
Meski caci dan maki terucap lain mulut
Kau tak takut
Dan terus berlanjut
Demi asa yg patut
Sekedar pengganjal perut
Aku tersentak karena budimu
Budi yg ternoda oleh mulut berbisa
Pekerti bak mutiara tersembunyi dalam lumpur prasangka
Peluhmu obat untuk setiap jiwa
Yang haus akan air surga
Sungguh, kau bukan pendosa
Sungguh, kau adalah pahlawan yg dilupa
Olehmu raga sebagai perisai dan pedang
Bekal bertempur di medan perang
(Nr, 15815)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar