Senin, 18 April 2011

Kututup Cuilan Mozaik

Tepat 6 bulan aku memerankan ceria cinta yang aku sesali pada akhirnya. Dulu, cerita yang begitu aku agungkan, aku puja dan juga aku jaga. Dan kini, jadi cerita yang membekas dengan segala duri yang menancap erat di sanubari.
Berawal dari ketidaksengajaan. Kamu mulai mendekati aku. Aku masih ingat. Dulu ketika aku merasa kesepian karena harus melancong ke tanah orang, kamu yang hadir sebagai wakil dari segala perhatian menemaniku dalam hangatnya sebuah perkenalan. Aku akui juga sekian lama namaku terdaftar dalam absensi, aku tak pernah tahu sosokmu. Melalui perkenalan yang tidak disengaja yang lama-kelamaan muncul keakraban yang ketika itu terucap perasaan suka. Aku tak mampu menolak. Aku tak mampu berkata TIDAK.
Walaupun sedikit sekali cerita kehidupanmu yang aku tahu. Walaupun aku hanya mengenalmu sebatas nama dan kelas. Tapi itu cukup membuatku yakin untuk menerimamu dan mencatat namamu dalam deretan orang-orang yang berpengaruh dalam hidupku, saat itu. Entah setan ataukah malaikat apa yang membisiku hingga aku dengan tenangnya menjawab IYA. Dan aku masih ingat kamu begitu girang dan bahagia ketika kamu termasuk deretan orang PENTING dalam mozaik kehidupanku. Aku maklum. Sungguh memaklumi.
Cerita demi cerita kita rangkai. Aku telah mengenalmu sedikit demi sedikit. Mulai tahu latar belakangmu. Mulai tahu sifatmu dari yang menyenangkan hingga menyebalkan. Dan kamu pun juga begitu. Kamu mulai mengenalku. Kamu mulai tahu seluk belukku dan keluargaku. Tapi, taukah kau? Jika aku bisa memilih, aku akan memilih tak banyak mengenalmu daripada mengenalmu secara detail. Kenapa? Ya karena mengenalmu secara lebih hanya membuatku semakin yakin untuk mengakhiri cerita ini. Aku tak pantas. Aku tak layak merampas segala kasih sayangmu hanya untuk aku yang tidak berada.
Taukah kamu? Ketika aku tahu semua yang aku tak tahu tentang kamu, aku tak merasa bahagia maupun bangga sedikit pun. Justru semua itu yang membuat aku harus merelakanmu. Aku sadar dan aku juga menyadari. Meski kamu tak merasa semua yang aku rasa sebagai keganjalan. Meski kamu tak merasa apa yang kamu banggakan adalah duri yang sewaktu-waktu akan menusukku dengan mudahnya. Kamu tak merasa! Kamu tak akan menyadarinya! Karena aku yang merasa! Aku yang merasa! Aku yang merasa! Karena aku aktrisnya dan kamu aktor protagonis yang telah berubah menjadi antagonis, bagiku sekarang.
Detik ini, dengan segala keyakinan. Dengan segala kerelaan. Dan dengan senyum lebar aku berani mengambil keputusan yang sudah lama aku simpan dan ingin kulontarkan. Tapi apa daya. Aku tak tega. Aku tak tega. Tapi, aku juga tak mampu bertahan lagi jika duri-duri yang satu demi satu menusukku tepat di lubang-lubang kekuranganku yang kamu pun tak menyadarinya. Aku tak rela jika ini terus menjadi hinaan yang tak disengaja. Cerita cinta yang orang pun beranggapan indah, sebenarnya menyakitkan bagi yang memerankannya. MENYAKITKAN!
Hari ini kamu melontarkan kata-kata kepadaku yang seharusnya kamu alamatkan kepada dirimu sendiri. Ya, memang aku sedikt lebih daripada kamu dalam satu segi. Tapi taukah kamu? Aku menjadi seperti ini karena aku berusaha. Karena aku menyadari aku bukan orang berada sepertimu. Aku serba kekurangan. Sedangkan kamu? Sungguh! Kamu bisa seperti aku. Bahkan setiap orang bisa menjadi yang lebih jika dia mau berusaha. Tahukah kamu? Aku begini bukan tanpa proses. Bukan secara tiba-tiba. Semua ada usaha dibaliknya. Berapa tahun aku merelakan waktu bermainku yang harus tergantikan dengan waktu yang harus diisi dengan pengaduan ilmu? Mungkin disaat aku mengurung diri di kamarku yang menjadi saksi segala jerih payahku, kamu sedang asyik dengan mainan barumu yang aku sendiri merasa mewah dengan segala yang kamu miliki. Mungkin aku menjadi sosok yang kuper. Ya! Aku memang kuper. Aku akui itu. Tapi aku merelakan semua itu bukan tanpa alasan. Aku akan menjadi penopang kehidupan keluargaku. Aku bertekad, aku akan jadi orang yang berada. Aku akan mengangkat harkat dan martabat orang tuaku. Meski sekarang terlecehkan, aku rela. Tapi jika saatnya tiba Tuhan akan melaksanakan rencana-Nya. Sekarang, kamu menyalahkan aku karena aku sedikit lebih daripada kamu?! Sungguh menggelikan. Aku pun ingin tertawa bahkan menertawaimu tepat di depanmu. Dan akan aku lontarkan kata-kata yang menjadi titik dimana aku memulai, ”Jika kam ingin menjadi lebih maka kamu harus berbuat dan berusaha lebih!” Semua ada waktunya, semua ada waktunya. Dan sekarang aku tutup mozaik cerita cintaku. Ya, dan tak akan aku buka kembali. Biarlah menjadi kenangan yang menorehkan namamu dalam catatan perkamen mozaikku.

NB : Berdasarkan pengalaman pribadi, aku menyimpulkan bahwa seseorang yang merasa dirinya telah berkecukupan bahkan menerima kenikmatan Tuhan secara lebih akan menutup titik pangkal darimana dia berawal?! Karena mereka tak pernah merasakan perihnya kekurangan, sakitnya dilecehkan dan tak akan pernah mampu membayangkan seberapa susah dan beratnya suatu usaha sebelum mereka merasakan pahitnya hidup dan merasakan sedikit kekurangan walaupun hanya setitik dalam kelebihan mereka. Dan ketika mereka telah merasakan manis pahitnya hidup, ketika itulah mereka mampu menghargai hidup dan mampu memerankan perannya dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar